Lukas 2:2-40 | Penantian Berharga

Lukas 2:2-40

Penantian Berharga — Keberhargaan sebuah penantian seringkali dikacaukan oleh pengalaman-pengalaman dalam keseharian kita di mana ketika kita menanti, apa yang kita nantikan itu tak kunjung datang. Terlebih bila alasan kita menanti adalah karena dijanjikan oleh seseorang.

Pengalaman-pengalaman dikecewakan oleh janji seseorang yang membuat kita menanti, seringkali memburamkan pandangan kita terhadap janji Allah di dalam hidup kita sewaktu apa yang dijanjikan itu belum datang jua. Hal itu menjadikan seseorang bisa memandang penantian bukan lagi sebagai sesuatu yang berharga dan layak diperjuangkan karena penantian acapkali berakhir dengan kesia-siaan.

Alkitab banyak memuat kisah janji Allah dengan para tokoh di Alkitab yang menantikan penggenapan janji itu. Dari sana kita mendapatkan penguatan bahwa ketika Allah berjanji tentang kehidupan kita, maka tepat pada waktunya apa yang dijanjikan itu akan datang.

Keberhargaan sebuah penantian bagi kita sebagai orang percaya adalah karena yang menjanjikan itu adalah Allah sendiri; Bukan seseorang yang baru saja membuat Anda kecewa ketika Anda menanti karena yang Anda nantikan, seperti yang dijanjikannya, ternyata tidak pernah datang.

Perikop kita hari ini dilatar-belakangi oleh peristiwa Yesus disunat pada usia delapan hari. Sesudah itu Maria dan Yusuf pergi ke Yerusalem untuk prosesi pengudusan Anak Sulung (ayat 22, bnd. Kel. 13:2, Bil. 18:16) dan prosesi pentahiran bagi Maria setelah melahirkan (ayat 22, bnd. Im. 12). Persembahan korban yang dibawa oleh Yusuf dan Maria mengindikasikan bahwa mereka adalah keluarga sederhana yang tidak mampu membeli domba sehingga mengganti korban dengan sepasang burung merpati (ayat 24, bnd. Im. 12:8).

Di Bait Allah Yerusalem-lah, Yusuf, Maria dan bayi Yesus bertemu dengan dua orang yang telah lama menanti apa yang dijanjikan Allah kepada mereka, yaitu Simeon dan Hana.

Simeon, beberapa penafsir – meskipun ada juga yang menyanggah pandangan ini – mengaitkan Simeon sebagai anak dari Rabi Hilel dan menjadi ayah dari Rabi Gamaliel. Seperti arti namanya (Simeon dari kata shama, artinya mendengar), Simeon telah mendengar pernyataan Allah melalui Roh Kudus bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias (ayat 2).

Kita mendapat kesan bahwa Simeon adalah seorang yang telah memasuki usia lanjut (terutama ketika melihat ucapan Simeon di ayat 29-30. Salah satu Injil Apokrif menyebutkan usia Simeon pada saat itu adalah 113 tahun). Yang menarik adalah, kita tidak mengetahui sejak kapan Simeon mendengar janji Tuhan (bahwa ia tidak akan mati sebelum berjumpa dengan Mesias). Mari berandai-andai. Seandainya janji Tuhan diucapkan kepada Simeon sejak lima tahun yang lalu (dari konteks pembacaan Alkitab kita hari ini), maka selama itu pula Simeon menanti dengan sabar hadirnya sang Mesias itu. Penantian berharga yang berujung pada sukacita.

Sukacita Simeon diungkapkan melalui ucapannya di ayat 29, yang kemudian diabadikan dalam salah satu pujian Taize: Nunc Dimittis, dan dalam ayat 34 Simeon memberikan semacam ikhtisar dari karya pelayanan Yesus kelak.

Tokoh yang satu lagi adalah seorang nabi perempuan bernama Hana. Menarik untuk kita cermati bahwa Hana berasal dari suku Asyer, yaitu salah satu suku dari 10 suku Israel yang dibuang ke Asyur sedangkan di Yerusalem pada waktu itu (dalam perikop kita, setelah pembuangan) di dominasi oleh 2 suku Israel, yaitu Yudah dan Benyamin (yang kembali ke Yerusalem setelah dibuang dari Babel). – Jika Simeon mewakili 2 suku yang disebut sebagai “orang Yerusalem”, maka Hana mewakili 10 suku Israel yang pada masa itu sering disebut sebagai “orang Samaria” –

Berusia 84 tahun dan tetap aktif dalam melayani di Rumah Allah, siang dan malam beribadah (artinya pada saat jam ibadah di rumah ibadah dan juga di luar jam ibadah, atau dengan kata lain seluruh waktunya digunakan untuk beribadah) dengan berpuasa dan berdoa adalah sesuatu yang luar biasa.

Dan ketika bayi Yesus hadir ke Rumah Ibadah di Yerusalem, Hana pun mengenali bayi Yesus sebagai penggenapan janji Allah bagi Israel tentang Mesias yang dinantikan itu. – Jika Simeon diberikan janji secara pribadi oleh Allah melalui malaikat, Hana menyadari bayi Yesus sebagai penggenapan janji Allah bagi bangsa Israel yang dikenali dari Kitab Suci. Penantian berharga yang berujung pada sukacita.

Pokok Pikiran

1. Keberhargaan sebuah penantian adalah ketika kita yakin dan percaya bahwa apa yang kita nantikan itu pasti akan datang tepat pada waktunya.
2. Pemahaman kita tentang penantian seringkali diburamkan oleh kenyataan pengalaman-pengalaman kehidupan kita dalam menerima janji (dari manusia) yang kita nantikan namun berakhir dalam kesia-siaan.
3. Keberhargaan sebuah penantian juga adalah ketika kita tahu “siapa yang mengatakan apa” yang kita nantikan itu. Belajar dari pengalaman Simeon dan Hana, jika Tuhan yang mengatakan itu bagi hidup kita, maka penantian kita tidak akan pernah berakhir dengan sia-sia.
4. Apa yang kita lakukan selama kita menanti? Ini juga akan memengaruhi keadaan jiwa kita dalam proses menanti hingga jawabannya datang.

Berapa lama saya harus berdoa? Sampai jawabannya datang. Setiap kali doa kita tidak dijawab, Tuhan menginginkan kita terus berdoa sampai jawabannya datang, atau Dia mengubah permintaan kita. Dan itulah yang selalu terjadi, satu jawaban datang, atau Tuhan mengubah hati dan doa kita. (John C. Maxwell, Partners in Prayer)

You may like these posts

  1. To insert a code use <i rel="pre">code_here</i>
  2. To insert a quote use <b rel="quote">your_qoute</b>
  3. To insert a picture use <i rel="image">url_image_here</i>