Ulangan 26:1-11 | Persembahanku
Persembahanku — Satu keluarga petani baru saja mendapatkan kabar gembira bahwa sapi mereka melahirkan dua anak kembar. Kemudian bapak petani berkata kepada ibu petani: “Mama, mari kita beri satu anak sapi kita yang baru lahir itu untuk Tuhan. Kita persembahkan satu anak sapi kita ke hadapan Tuhan.”
Keesokan harinya ketika bapak petani melihat kembali ke kandang sapi, dia menemukan bahwa salah satu anak sapi yang baru lahir itu mati. Dia lalu teriak, “Mama .. mama … anak sapi punya Tuhan sudah mati … anak sapi punya Tuhan meninggal dunia pagi ini …”
Ibu petani yang mendengar suaminya itu berteriak pun menghampiri kandang dan menemukan bahwa salah satu anak sapi mereka memang telah mati. “Papa … kok kamu bisa bilang bahwa yang mati itu adalah anak sapi yang mau kita persembahkan untuk Tuhan? Kan kita belum menentukan anak sapi yang mana yang mau kita persembahkan untuk Tuhan?”
Lalu pak petani pun menjawab, “Iya sih mah, kita memang belum menentukan anak sapi yang mana yang mau kita persembahkan untuk Tuhan kemarin. Tetapi hari ini waktu aku lihat ada anak sapi kita yang mati, ya itulah ku tetapkan bahwa yang mati adalah anak sapi yang mau kita persembahkan untuk Tuhan.”
Berbicara mengenai persembahan untuk Tuhan, memang seringkali banyak orang yang mulai mengambil kalkulator kehidupan mereka dan mulai menghitung ‘untung – rugi’ sebelum mereka membawa persembahan itu kepada Tuhan.
Dalam pembacaan Alkitab kita hari ini, Ulangan 26:1-11, dikisahkan tentang bagaimana Allah sudah menyatakan kepada bangsa Israel jauh jauh jauh hari sebelum mereka memasuki Tanah Perjanjian: Kanaan, tentang membawa persembahan syukur mereka di hadapan Tuhan.
Bacalah ayat 1-4 dalam perikop kita hari ini. Menarik bukan? Israel belum masuk tanah Kanaan, tetapi Allah sudah mempersiapkan jalan kehidupan Israel yang harus senantiasa mengingat dan bersyukur atas perbuatan Allah (sekali lagi … mereka belum sampai di tanah Kanaan dalam perikop kita hari ini) yang telah dijadikan oleh Tuhan bagi kehidupan mereka.
Ada satu keyakinan yang luar biasa yang dipertunjukkan dalam perikop pembacaan Alkitab kita hari ini. Bahwa jalan hidup orang percaya adalah jalan berkat. Tuhan yang senantiasa memberikan yang baik, bahkan yang terbaik bagi umat-Nya itu. Dan sebagai respon atas semua kebaikan Tuhan, bukankah seharusnya memang kita mengungkapkan syukur kita kepada Tuhan?
Ini bukan masalah ‘untung – rugi’, melainkan ungkapan syukur kepada Tuhan yang selalu memberikan ‘untung’ (baca: berkat) dalam kehidupan kita semua.
Simak pula bagaimana kesaksian bangsa Israel tentang “Tuhan yang selalu memberi ‘untung’ (baca: berkat) bagi kehidupan mereka itu” dalam ayat 5-9 …
Kita semua bisa menuliskan dengan sejarah kehidupan kita sendiri tentang bagaimana tindakan Tuhan yang senantiasa membawa Jalan Berkat – Keselamatan bagi kehidupan kita di masa yang kemarin.
Mari kita tandai beberapa kata terpenting dalam ayat 5-9 itu: (ayat 5) DAHULU … (ayat 6) KETIKA PENDERITAAN & PERGUMULAN DATANG … (ayat 7-9) TUHAN MENOLONG & MENYATAKAN BERKAT … (ayat 10) OLEH SEBAB ITU …
Mengingat bahwa karya Tuhan itu memang nyata sangat dalam kehidupan kita hari ini … bukankah itu yang menjadikan dasar bagi kita semua dalam mengungkapkan syukur kita kepada Dia?
Ada satu kisah tentang seorang bapak yang protes, “Memberi … memberi … memberi dan selalu harus memberi. Saya lelah memberi selalu.” … Lalu Tuhan menjawab: “Baiklah, mari kita membuat persetujuan: Kamu … berhentilah untuk memberi tepat pada saat Aku berhenti memberi kepadamu.”
Alasan-Ku meminta kepadamu untuk memberikan persembahan kepada-Ku adalah untuk membuktikan kepada kita berdua bahwa kamu lebih mengasihi-Ku ketimbang menyukai apa yang dapat Ku berikan untuk mu. (Claire dan Curt Cloninger, Email dari Tuhan, 66)
Credit:
Pixabay (Gambar)